POKOK-POKOK PIKIRAN
TENTANG PANDANGAN ISLAM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK
Oleh :
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Grobogan
1.
Pendahuluan
Anak adalah aset masa depan. Masa depan Bangsa, Negara
dan Agama. Sebagai aset, anak harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Karena
di tangan mereka-lah nasib Bangsa, Negara dan Agama dipertaruhkan. Kegagalan
atau kesalahan dalam mendidik anak berarti juga kegagalan dalam membangun
Bangsa, Negara dan Agama di masa depan. Rasululloh SAW bersabda : “Syubbanuul
yaumi rijalul ghodan” (Al Hadist) pemuda di masa kini adalah pemimpin di masa
datang. Rosululloh SAW sangat berhati-hati dan penuh kasih sayang dalam
mendidik anak, tidak pernah melakukan kekerasan sedikitpun. Hasilnya anak-anak
Rosululloh SAW, diantaranya adalah Fatimah Az Zahra dijuluki sebagai “Ummul
Mukminin” (Ibunya orang-orang yang beriman). Adapun anak-anak Rosululloh SAW
yang laki-laki atas kehendak Allah SWT telah wafat ketika masih kecil.
Suatu saat Rosululloh SAW pernah marah pada seorang ibu yang menarik
dengan sentakan keras pada anaknya yang masih kecil dari gendongan Beliau,
karena anak tersebut mengencingi baju Rosululloh SAW. Beliau berkata: “air
kencing anakmu ini akan cepat hilang bila telah aku siram dengan air, tetapi
sakit hati anakmu ini tidak akan hilang sampai dia dewasa”. Pada saat yang
lain, Rosululloh SAW menjadi Imam sholat Jama’ah. Pada saat sujud, beliau sujud
lama sekali. Para makmum bertanya-tanya dalam hati mengapa Rosul sujud tidak
seperti biasanya? karena begitu lama. Ternyata dalam posisi masih bersujud itu,
punggung beliau diduduki oleh 2 (dua) cucu beliau yaitu Hasan dan Husein.
Begitu asyiknya kedua cucu Rosululloh itu bermain, sampai-sampai ketika
Rosululloh duduk diantara dua sujud, tangan beliau yang suci itu tetap memegangi
kedua cucu tersayang.
Memang ada hadist yang berisi anjuran Rosululloh untuk memukul anak yang
sudah berusia 7 (tujuh) tahun bila masih belum mau sholat. Tetapi pukulan yang
dianjurkan Rosululloh adalah pukulan yang berbasis kasih sayang, bukan pukulan
yang didasari kebencian. Sehingga beliau menganjurkan untuk memukul dengan
sangat pelan dan pada tempat-tempat yang tidak berbahaya, misalnya pantat. Yang
penting anak bisa sadar dan mau melaksanakan sholat.
Dalam Al Quran juga diabadikan kisah seseorang yang sangat piawai dalam
mendidik anak dengan penuh kasih sayang. Dia adalah orang biasa, bukan Rosul,
bukan Nabi, bukan Wali, juga bukan Kyai. Tetapi karena Kepiawaiannya dalam
mendidik anak, namanya diabadikan dalam Al Qur’an, tehnik-tehnik nya dalam
mendidik anak juga dimuat dalam Al Qur’an. Dia adalah Luqman Al Hakim (Umat
Nabi Musa) sedangkan surat dalam Al Qur’an yang mengabadikannya adalah Surat
Luqman (Surat yang ke-31)
Diantara cara mendidik anak yang dilakukan oleh Luqman Al Hakim yang
dianggap oleh para Mufassir cukup fenomenal adalah cara dia mendidik
anak supaya menjadi orang yang selalu istiqomah dan konsisten dalam menghadapi
aneka macam masalah. Suatu saat beliau mengajak anaknya ke Pasar dengan naik
keledai, keledai tersebut dinaiki bersama dengan anaknya, sampai di tengah
jalan Luqman dan anaknya digunjing orang, orang-orang itu mengatakan: “kok
tega-teganya dua orang gemuk-gemuk menaiki keledai yang kecil”, gunjingan
itu didengar oleh Luqman al Hakim, beliau pun turun bersama anaknya dari keledai
tumpangannya dengan mengatakan: “nak! kita digunjing orang, supaya tidak
digunjing biarlah aku yang naik keledai ini dan kamu yang menuntun”. Luqman
al Hakim pun naik keledai itu dan anaknya yang menuntun, di tengah jalan
ternyata digunjing lagi oleh banyak orang, mereka mengatakan: “Orang tua
tidak tau malu, mentang-mentang sudah tua! Seenaknya saja menyuruh yang muda
menuntun keledai, dia sendiri yang menaiki keledai itu dengan enaknya.”
Gunjingan tersebut didengar lagi oleh Luqman Al Hakim. Beliau pun turun dengan
mengatakan “Nak kita digunjing lagi, supaya mereka berhenti menggunjing
kita, kamu saja yang naik keledai ini dan aku yang menuntun.” Anak Luqman
pun dipersilahkan menaiki keledai itu dan Luqman Al Hakim pun menuntun. Di
tengah jalan Ayah dan anak ini digunjing lagi. Para penggunjing itu mengatakan
“Anak tidak tau diri! Tidak tau malu!, dia yang badannya masih kuat dan
tegap, kok teganya menyuruh orang tua yang sudah renta menuntun keledai!, sedangkan
dia dengan tidak mengenal kasihan menaiki keledai itu, betul-betul tidak sopan
anak muda itu, keterlaluan!” Begitu gunjingan mereka. Untuk kesekian
kalinya, Luqman Al Hakim mendengar gunjingan itu. Lalu ayah dan anak ini
memutuskan untuk tidak menaiki keledainya. Keledai tersebut dituntun bersama-sama.
Namun ternyata Luqman Al Hakim dengan anaknya belum terlepas dari gunjingan
orang-orang. Mereka justru menggunjing lebih menyakitkan hati, Ayah dan anak
ini malah dianggap bodoh. “Punya kendaraan tidak dinaiki kok malah dituntun”,
untuk kesekian kalinya Luqman Al Hakim dan anaknya berunding lagi, bagaimana
supaya terlepas dari gunjingan orang-orang. Keduanya pun memutuskan untuk
menggendong keledai itu bersama-sama. Ternyata tingkah laku ayah dan anak ini
menjadi bahan tertawaan dan celaan dari para penggunjing. Mereka mengatakan
bahwa Luqman al Hakim dan anaknya telah menjadi gila karena punya kendaraan
tidak dinaiki malah digendong.
Setelah mengalami peristiwa itu Luqman Al Hakim berkata kepada anaknya
bahwa kelak anaknya akan hidup pada suatu zaman yang penuh isu-isu,
gunjingan-gunjingan, fitnah dan adu domba, jika ingin selamat dari zaman
seperti itu, hanya ada satu cara yaitu istiqomah atau konsisten dalam memegang
suatu pendirian, jika tidak tegas dan konsisten dalam memegang suatu pendirian
akan celaka.
2. Metode
Luqman Al Hakim Dalam Mendidik dan Mengasuh Anak Yang Diabadikan Dalam Al Quran
a.
Penanaman
akidah atau agama sejak dini (dalam kandungan ibu, janin sudah bisa dididik.
b. Pendidikan Akhlaqul Karimah (Al
Baqarah :104, An Nisa: 86)
c.
Keteladanan
orang tua
d. Mendidik dengan penuh kasih sayang
tanpa kekerasan
e.
Pentingnya
menuntut ilmu
f.
Pentingnya
istiqomah dalam kebenaran
g.
Keseimbangan
hidup dunia dan akhirat
h. Berlomba-lomba dalam kebaikan (QS. Al
Imron: 114, QS. Al Anbiya: 90)
i.
Pentingnya
Ikhlas dalam beramal (QS. Yunus: 22, QS. Al Ankabut: 65)
j.
Menjauhkan
diri dari syirik (QS. Al Baqarah: 225, QS. Al Imran: 6)
3. Pandangan Islam
Terhadap Kekerasan Pada Anak
Amalan-amalan yang masuk dalam golongan kekerasan terhadap anak yang
sangat dicela bahkan diharamkan dalam Islam. Meliputi kekerasan fisik dan
kekerasan psikis. Kekerasan fisik berupa: pemukulan, menelantarkan,
menggelandangkan (anak dibiarkan menjadi gelandangan), tidak disekolahkan dll.
Sehingga anak dipaksa menjadi yatim secara social. Hak-hak dasarnya tidak
diberikan (hak memperoleh pendidikan, hak memperoleh makanan yang layak, hak
hidup sehat dll). Kekerasan secara psikis berupa: penghinaan pada anak, anak
disepelakan, tidak pernah atau jarang berkomunikasi dengan anak, sering
membentak-bentak anak, tidak memberikan pengarahan moral dan agama pada anak,
anak dibiarkan melanggar aturan agama dan maksiat dll.
Melakukan kekerasan pada anak baik secara fisik dan psikis, haram
hukumnya dalam agama. Karen agama Islam bukan agama kekuatan melainkan agama
kasih sayang.
4. Peran
Keluarga, Peran Tokoh Agama dan Masyarakat dalam Perlindungan Anak.
a.
Peran
Keluarga : orang tua (bapak dan ibu) harus mampu memberikan teladan yang baik
pada anak- anak nya. Selalu bersikap baik terhadap anak-anak nya. Dan memberikan
pendidikan moral dan agama sejak dini pada anak. Jika anak berbuat salah,
diingatkan dengan penuh kasih sayang dan lemah lembut. Sikap ini akan sangat
membekas dalam hati anak, sehingga dapat membentuk kepribadian anak. Dan kelak
anak akan menjadi seseorang yang bermoral, jika sudah dewasa serta mempunyai
intregitas tinggi. Hak-hak dasar anak dipenuhi, hak sandang, papan, pendidikan
dan hak-hak lainnya.
b.
Peran
Tokoh Agama : Menciptakan suasana religius di masyarakat, sehingga masyarakat
terbiasa melakukan pekerjaan yang sesuai norma-norma agama dan norma
masyarakat. Memberikan arahan, bimbingan dan motivasi pada masyarakat, agar
mereka tidak melakukan pelanggaran, maksiat, fitnah dan adu domba, sehingga
kehidupan masyarakat menjadi terarah dan merekapun dapat mengarahkan anak-anak
nya pada sesuatu yang baik dan diridloi oleh Allah SWT. Menciptakan budaya malu
berbuat pelanggaran dan maksiat, sehingga tercipta situasi yang kondusif.
c.
Peran
Masyarakat : Masyarakat diharapkan dapat menciptakan situasi yang kondusif bagi
tumbuh kembang anak supaya anak kelak dapat menjadi generasi yang berakhlak
mulia. Situasi kondusif itu berupa : adanya fasilitas pendidikan moral dan
agama dan fasilitas-fasilitas pendidikan yang lain. Memberi kesempatan yang
seluas-luasnya pada anak untuk mengembangkan seluruh kemampuannya. Tidak
membangun fasilitas-fasilitas yang mempengaruhi anak untuk melakukan
pelanggaran semisal café dan karaoke yang dapat merangsang mereka untuk
berbuat hal-hal yang dilarang oleh agama dan adat-istiadat seperti
minum-minuman keras, prostitusi terselubung, narkoba dll.
5. Penutup
Demikian penyampaian
materi tentang pandangan Islam terhadap Perlindungan anak, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih banyak-banyak kekurangan-kekurangan dalam makalah ini.
Untuk itu, kami mohon saran dan kritik yang membangun dari para peserta seminar
yang terhormat.
Disampaikan
pada Seminar Perlindungan Anak berbasis Keluarga, yang dilaksanakan pada hari
Jumat, 18 Oktober 2013. Kerjasama antara Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Kabupaten Grobogan dengan PLAN Indonesia Program Unit Grobogan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar